“Disiarkan pada 13. 12. 2014”
“Orang berbudi kita berbahasa”, membawa maksud, jika
kita dihidangkan oleh seseorang dengan tingkahlaku dan perangai yang mulia maka
wajar kita diimbali dengan kata-kata yang dibalut dengan kemanisan serta kemuliaan,
tatatertib yang sempuna kelak akan melahirkan kasih sayang yang menjemput
kemurnian suasana ukhuwah kemanusiaan.
Pepatah
Melayu mengatakan mengawal kerbau adalah dengan menggunakan talinya tetapi
memimpin manusia wajar dengan menggunakan kata-kata lembut yang besifat mulia
kelak akan menjemput jiwa mendukung
perasaan kasih sayang. Pembinaan akhlak dan budi perkerti yang unggul menjadi
teras kesepaduan umat yang ada pada ciri-ciri keIslaman sebagai cara hidup.
Membina
masyarakat mukmin wajar dengan bibit-bibit bersifat budiman sebab merekalah
yang dekat dengan Allah. Sifat Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Al-Rahman
Al-Rahim, maka ciptaan-Nya wajar meyerupai acuan yang ada pada Sang Pencipta.
Jika kita mendekati orang yang
memakai wangi-wangian, jasmani kita turut sama berbauh wangi. Dan kalau kita
bergaul dengan orang yang tuturkatanya mulia maka kita akan turut sama
membudayakan bahasa yang serupa.
Bergaul
dengan orang yang sentiasa konsisten memegang agamanya, akhlaq kita akan
terdidik berbuat demikian tetapi jika bergaul dengan orang yang jauh dari
agamanya dan mementingkan keseronokan dunia semata maka lambat laun kita
sendiri turut sama berakhlak serupa. Maka itu mendidik jiwa kita mendekati
Allah wajar mempelajari akidah Islam yang dibawa oleh baginda Rasul Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Allah
Subhanahu wa Tala menciptakan manusia lengkap dengan berbagai fitrah yang
membantunya dalam menangani kehidupan. Antara fitrah yang amat penting dalam
menter- jemahkan Islam dalam diri kita ialah otak, akal, iman dan kemahiran
berfikir. Akal merupakan rasul dalam diri kita maka untuk memahami
kerenah-kerenah hidup wajar diletakkan pada peranan akal untuk mentafsirnya
mengenai kemanfaatannya dalam pembangunan kehidupan.
Kenali
dirimu sebelum mengenali Tuhan merupakan satu budaya hidup orang-orang budiman.
Mereka befikir dan mengkaji mengenai kemanusiaan dan kerohanian di mana menurut
mereka berfikir adalah suatu alat untuk mengenali diri sendiri seperti mana
yang telah dilakukan oleh Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Al-Singkel dan lain ulama’
zaman Acheh, yang mengenali Tuhan, setelah terlebih dahulu mengenali diri
sendiri.
Gauli
orang budiman merupakan satu langkah mendekati dan memurnikan hubungan antara
Tuhan dengan manusia, makhluk-Nya yang terindah, terbaik dan paling sempurna.
Kejadian manusia bermula dengan setitis air yang paling halus. Sesudah 40
hari berubah menjadi segumpal darah, 40
hari kemudian berubah menjadi segumpal daging, lalu diberi kerangka tulang
belulang dan urat syaraf, dan 40 hari kemudian ditiupkan kepadanya roh,
sehingga sejak waktu itu kita berubah
menjadi makhluk yang hidup.
Akhirnya
kita dilahir ke dunia, memulakan hidup di alam yang luas ini merupakan anak bayi
yang amat kecil dan lemah. Lama kelemahan semakin besar dan kuat, semakin
bertumbuh akal dan fikiran, sehingga telah mencapai umur 18 tahun, kita menjadi
manusia yang sempurna segalanya. Di antara kita ada yang meninggal di waktu
masih muda dan ada pula yang mencapai umur lanjut, sampai 70 atau 80 tahun
lebih.
Semenjak
kita berupakan setitis air yang amat halus, sampai kita mati di dalam umur 70
atau 80 tahun atau lebih, setiap detik
dengan tak putusnya, kita selalu dihujani rahmat dan nikmat oleh Tuhan yang
menciptakan dan menghidupkan. Tidak pernah satu detik atau seperempat detik
sekali pun kita putus dari rahmat Tuhan itu.
Ribuan
macam rahmat dan nikmat Tuhan datang dari
semua arah yang tidak putus-
putus sejak lahir sampai kita mati, Tuhan berikan
kepada mu segala rupa keperluan hidup
Firman Allah dalam al-Qur’an Surah Ibrahim ayat
14:34 yang bermaksud:
“Dan dia memberikan kamu daripada setiap apa
yang kami pinta. Dan sekiranya kamu coba menghitung nikmat Allah, sungguh kamu
tidak akan sanggup menghitung kerana terlalu banyak, tetapi sayang masih banyak
manusia yang zalim, tidak pandai berterma kasih atas nikmat Allah itu.
Setelah Allah
menyebutkan tentang nikmat-Nya yang besar itu dan dimudahkan-Nya bagi kegunaan
dan maslahat hamba-hamba-Nya, lalu diterangkan-Nya pula di sini: Bahawa- sanya
Allah itu tidak cuma dengan memberikan nikmat itu, bahkan juga mengurniakan
kepada hamba-hamba-Nya apa sahaja yang mereka hajati asalkan sahaja mereka
meminta kepada-Nya, malahan apa yang tidak
mereka pinta pun dikurniakan juga.
Allah
bukan hanya mencipta kita, tetapi saban detik dari kehidupan kita Allah selalu
menghubungi kita dengan bermacam rahmat dan nikmat. Allah tidak pernah
putus hubungan nya dengan kita.
Nikmat
Allah yang berupakan bumi dengan segala isinya, matahari bulan dan bintang
dengan sinarannya, hawa, udara, air, buah-buahan yang menjadi keperluan hidup
yang amat penting, adalah sebahagian kecil dari rahmat dan nikmat Allah itu.
Apa lagi nikmat yang berupa kaki,
tangan, paru-paru, jantung dan semua bahagian dalam badan kita, yang berupa
mata, hidung, otak dan fikiran, jiwa atau roh yang menghidupkan kita, adalah
nikmat yang tidak dapat dinilai dengan emas dan perak sekalipun berapa saja
banyaknya.
Semua
itu saban waktu dan ketika kita terima dan kita peroleh dari Allah yang
menciptakannya, yang kita harus mengingatnya dan jangan sampai dilupakan begitu
saja.
Coba kita renungkan dan khayalkan
agak sejenak, alangkah susah dan sengsaranya seorang manusia yang ta’ mempunyai
kaki atau tangan. Kalau kita dapati seorang
manusia tidak biberi Tuhan kaki atau tangan, itu adalah sebagai contoh dan
peringatan kepada semua manusia, agar manusia ingat selalu akan hebat dan
pentingnya nikmat Tuhan yang bernama kaki dan tangan itu.
Manusia sekalipun pintar dengan
akal dan fikiran, dengan ilmu pengetahuannya, tetapi untuk mereka masih perlu
contoh yang berupakan manusia yang cacat ta’ berkaki atau tidak bertangan itu.
Coba renungkan bagaimana
sengsaranya manusia kalau tidak punya mata atau telinga, manusia yang buta atau
pekak. Tuhan jadikan manusia ada yang buta dan pekak agar kita jadikan contoh, agar
kita mengertilah faedahnya mata dan telinga, agar kita dapat merasakan hebatnya
nikmat Allah yang bernama mata dan telinga itu.
Coba pula renungkan bagaimana
sengsaranya menusia yang dicabut otak dan fikirannya, sehingga dia menjadi
orang yang gila atau setengah gila. Kita seakan-akan tidak sampai hati
membicarakan sengsaranya manusia yang gila atau setengah gila itu. Kalau Tuhan
ciptakan pula manusia yang gila atau setengah gila, adalah sebagai contoh dan
peringatan kepada setiap orang yang punya otak dan fikiran, yang tidak gila,
supaya dapat menilai nikmat Allah yang bernama otak atau fikiran itu.
Pendik kata, tidak ada satu nikmat
dari rahmat Allah yang kecil ertinya, tidak ada pemberian Allah yang rendah
nilainya. Semua pemberian Allah mempunyai erti yang penting bagi hidup,
mempunyai nilai yang amat tinggi dalam hidup manusia.
Kalau nikmat dan pemberian Allah
begitu besar erti dan nilainya, maka sudah selayaknya semua manusia itu jauh lebih besar erti dan jauh lebih tinggi
nilainya.
Tetapi kenapa masih ada manusia
yang berakal, yang begitu tinggi memberikan ert dan penilaian terhadap nikmat
dan pemberian Allah, tetapi mereka ta’ sedikit pun jua memberi nilai terhadap
Tuhan yang menciptakan semua nikmat dan
pemberian itu.
Manusia berakal yang semacam
inilah yang dicap oleh Allah dalam ayat al-Qur’an sebagai manusia zalim, iaitu
orang yang ganas dan aniaya pula sebagai manusia-manusia kaffar, yang ingkar
ta’ tahu budi dan ta’ tahun membalas budi, iaitu yang hanya terbuka mata,
telinga dan mulutnya, tetapi tertutup pintu hati dan
kalbunya.
Manusia semacam ini dapat jugalah
merasakan sebahagian kecil kebahagian di dunia ini, tetapi tertutup baginya
segala macam nikmat dan kebahagiaan di akhirat nanti.
Mencari teman yang baik merupakan
satu jenis ibadah yang dianjurkan oleh Islam. Mengapkan para rasul diwujudkan
Allah di dunia? Para rasul merupakan utusan Allah Suhanahu wa Tala untuk memimpin
manusia cara hidup yang betul dan
mengenali Zat yang menciptanya.
Kehidupan dunia sekarang ini
diciptakan Allah bukanlah satu cara penghidupan yang sempurna tetapi satu cara
kehidupan yang tidak sempurna, satu kehidupan sementara, penghidupan yang penuh
serba macam kekurangan, kekecewaan dan lain-lain sebagainya.
Perhatikanlah penyataa-penyataan
Allah dengan perantaraan Kitab Suci-Nya Al-Qur’an dan Rasul-Nya Muhammad
Sallallahi alahi wasallam.
Al-Imran ayat 3:185 – 186 yang
bermaksud:
“Tiap
yang berjiwa akan mengalami mati, dan tidak akan disempurnakan ganjaran kamu,
kecuali pada hari kiamat. Kerananya, barang siapa dijauhi dari Neraka dan
dimasukkan ke dalam Syurga, maka selamatlah dia. Sedang penghidupan dunia ini
tidak lain hanya benda tipuan saja.”
Tiap-tiap
nyawa atau jiwa seseorang itu akan merasakan bagaimana dia bercerai dari
jasadnya, atau yang dinamakan mati. Sebenarnya nyawa itu tidaklah sekali-kali
mati dengan sebab matinya tubuh badan atau jasad. Sebab yang merasakan itu,
sesuatu yang masih wujud (ada) sedang
yang mati (tidak ada) tentu tidak dapat merasakan. Jadi nyawa itu kekal hidup,
dan penceraiannya dari tubuh badan bagi seseorang itulah yang dinamakan mati.
Dan kematian itu mesti dirasai oleh
tiap-tiap yang bernyawa.
Upah
dari amalan kamu – sama ada baik ataupun buruk – bakal diberikan oleh Allah
pada hari kiamat. Malah kadang-kadang di dunia ini pun pernah upah itu dapat
diterima secara tunai dengan tidak tertangguh-tangguh lagi. Dan sebelum
menjelang datangnya hari kiamat, telah disongsong terlebih dahulu oleh
peristiwa-peristiwa lain – sebagai pendahulun – yang akan diterimanya di dalam kubur.
Hal
tersebut telah dikuatkan oleh kenyataan sebuah hadis marfu’ yang dikeluarkan oleh
at-Tirmidzi dan at-Tobari berbunyi: Kubur
itu merupakan taman dari taman-taman syurga, atau lubang dari lubang-lubang
neraka.
Di
dalam kubur, roh orang yang baik itu akan merasakan kenikmatan syurga, dan roh orang yang jahat pula akan merasakan
seksa neraka.
Orang
yang dapat menghindarkan dirinya dari terkena seksa lalu berusaha untuk
memperoleh pahala, berjayalah ia. Jelasnya, Allah itu ada menyediakan syurga
dan neraka pembalasan amalan-amalan manusia. Dan manusia itu tidak dapat
memasuki syurga sebelum ia menjauhkan dirinya – terlebih dahulu – dari neraka.
Yang bermakna: Sebelum dapat mengalahkan nafsu kebinatangannya yang sentiasa
mengajaknya ke neraka, maka selama itu sukarlah baginya untuk memasuki syurga,
dan dengan demikian payahlah ia akan terselamat atau memperolehi kejayaan.
Kelezatan
hidup yang lahir – seperti makan, minum dan bersuka-sukaan – begitu pula
kelezatan hidup yang batin seperti kebesaran, ketinggian pangkat dan kekuasaan,
semuanya itu dapat memperdayakan manusia.
Manusia
yang sedang menikmati kelezatan-kelezatan hidup yang seperti itu biasanya akan
terlena, hanyut dibawa oleh arus kelezatannya, asyik dengan menuruti nafsu dan
selera nya. Hendaklah manusia itu menyedari bahawa semua kelezatan dan
kemewahan hidup itu tidak dapat dijamin boleh memberikan kepuasan sepenuhnya.
Jika diturutkan kemahuan nafsu, sememangnya nafsu itu tidak mengenal puas
selama-lamanya. Kerana setiap ia merasa kan kelezatan, dicarinya bagi
tambahannya. Dan setiap ia mengecap kemewahan, dicarinya lagi hingga tidak ada
kesudahan.
Ayat
ini mengingatkan manusia, manakala menikmati kelezatan hidup dan kemewa
hannya, janganlah lupa akan kedudukannya sebagai manusia
yang mesti memperlengkap dirinya dengan serba serbi ilmu pengetahuan, dan
menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang mulia serta akhlak yang tinggi.
Kerana manusia itu bukanlah jenis haiwan yang mudah diperdayakan oleh kelezatan
atau dikalahkan oleh kemewahan.
No comments:
Post a Comment