(Disiarkan pada 20.10. 2017)
Dalam hidup setiap manusia menginginkan
sesuatu yang melegakan perasaan dan menggamit rasa kesyukuran kepada zat yang
Maha Penyayang dan Maha mengasihani itu. Tiada yang lebih mengembirakan dalam
hidup ini selain dari mendapat ilmu yang membawa kita ke deminsi memahamai apa dia itu hidup sebenar. Bermuara
dari fenomena memahami diri sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan sebagai
hamba-Nya, untuk beribadat dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala laranganNya, kita harus mengutama kan amanah yang dipertanggungjawabkan
sebagai khalifah Allah s.w.t. demi memakmur alam kehidupan di alam dunia.
Manusia diwujudkan Allah di alam dunia
tujuan menjadi khalifah-Nya. Memakmur
kan alam kehidupan, satu amanah yang paling berat sehingga semua makhluk di
alam kehidupan seperti bukit, gunung, bulan, tidak sanggup memegangnya.
Walaubagaimana pun makhluk manusia
bersedia menerima amanah tersebut.
Oleh Allah dipersiapkan manusia berbagai
fitrah seperti kemahiran berfikir serta akal yang memandunya dalam kehidupan.
Ilmu dan kasih sayang wajar demi menangani kerenah-kerenah hidup yang akan
menghalang dalam melaksanakan perintah Allah untuk memakmur kan alam kehidupan.
Tiada yang mudah dalam hidup ini, tetapi dengan akal dan ilmu serta kemahiran
berfikir, manusia dengan pertolongan Allah dapat melaksanakan amanah dengan
mudah dan sempurna.
Maka itu hidup ini wajar sentiasa
bertemankan rasa syukur kepada Allah atas kurniaan
Nya
segala fitrah yang melengkapkan kehidupan manusia sebagai khalifah Allah. Hidup
manusia di alam dunia tidak ada maknanya jika kita ketepikan rasa kesyukuran
kepada nikmat dan rahmat Allah yang disediakan sebagai hidangan-Nya dalam
pembangunan kehidupan.
Hidup sebagai manusia wajar diwarnai
oleh akidah Islam sebagai cara hidup. Dunia menjadi gelap jika jiwa kita
diselubungi oleh kekafiraan terhadap fenomena alam kehidupan yang diciptakan
Allah serta segala nikmat dan kesengsaraan hidup. Untuk memahami hidup wajar
kita melalui berbagai kesulitan dan kesengsaraan.
Dua fenomena hidup tersebut, akan
mendewasakan pemikiran kita sebagai hamba Allah. Kelegaan hidup akan mendidik
kita untuk mengenali fitrah syukur apabila kita telah mengalami segala kemuskilan dalam pembangunan
hidup. Bermuara dari hidup susah maka akan membawa kita ke dimensi mengenali
Allah sebagai Zat Maha sempurna.
Orang-orang musrikin tentu sekali
jauh dari memahami segala kenikmatan hidup maka itu sentiasa mengetepikan rasa
syukur terhadap Allah dalam hidup. Setelah melafazkan dua khalimah sahadat,
rasa syukur akan membangunkan falsafah kehidupannya dan mendidik jiwanya untuk
mengucap “Syukur saya sudah Islam.”
Kesyukuran hidup yang
disempuranakan oleh akidah Islam telah meniti jalan yang diredahai Allah s.w.t.
Disiplin pembangunan hidup telah dimudahkan oleh Allah kelak mema- hami diri
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya untuk memakmurkan alam kehidupan, menuju
ke alam akhirat sebagai distinasi mutlak manusia.
Kesyukuran terhadap kesempurnaan
hidup yang dibimbing oleh akidah Islam mempu- nyai hikmah kerana Allah telah
membentuk manusia berdasarkan fatwa kesempurnaan hidup yang digarisbawahkan
oleh Islam sebagai cara hidup.
Pengertian Islam ialah nama yang
dikenali bagi agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad (s.a.w.). Nama ini bukanlah
hasil dari Ijtihad Baginda tetapi dari
Allah (s.w.t.) sepertimana yang difirman-Nya dalam surah al-Maidah, ayat 5:3
yang bermaksud: (Terjemahan).
“Dan telah-Ku redhai Islam itu menjadi agama bagimu.”
Ahli-ahli bahasa, ahli tafsir dan
para Orientalis melihat pengertian ‘Islam’ dari segi bahasanya. Cara yang dibuat oleh mereka
banyak menimbulkan perbincangan. Sebenarnya jika kita meneliti perkataan
‘salam’ dari segi bahasa kita dapati ia membawa pengertian berikut:
1. Terlepas
dan bebas dari keburukan-keburukan atau kekurangan-kekurangan yang
lahir atau yang batin.
2. Aman dan damai.
3. Taat dan patuh.
Dari
segi syarak pengertian Islam ialah mentauhidkan Allah, tunduk, patuh dan ikhlas
kepada-Nya serta beriman dengan dasar-dasar agama yang diturunkan dari Allah.
Al-Quran menganggap ‘Islam’ sebagai
bertentangan dengan ‘Syrik’. Allah berfirman dalam surah al-An’am ayat 6:14
yang bermaksud: (Terjemahan)
Katakanlah;”Adakah patut selain Allah akan saya jadikan pelindung? Sedang
Allah itu pencipta langit dan bumi,Dia yang memberi makan dan bukan diberi
makan.”Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan-Nya supaya menjadi orang
yang pertama sekali menyerah kan dirinya (kepada Allah dan jangan sekali-kali
kamu masuk golongan orang-orang musyrik. (menyekutukan Allah.”
Muqatil
mengatakan: “Tatkala Rasulullah (s.a.w.) diseruh oleh orang-orang musrikin
supaya mengikuti agama nenek moyang mereka, maka Allah turunkan ayat ini, yang
maksud nya “Katakanlah Muhammad kepada mereka: Adakah patut selain Allah akan
saya jadikan Tuhan yang disembah dan akan saya jadikan pelindung tempat meminta
pertolongan?” Perbuatan ini tentulah tidak layak. Tak mungkin selain Allah
hendak dijadikan pelindung. Sedang Allah
itu pecipta langit dan bumi.
Terjadinya langit
dan bumi ini, yang tercipta tanpa memakai model yang ditiru terlebih dahulu,
adalah bukti tentang kemahiran sang penciptanya, iaitu Allah. Mengapakan hendak
dicari juga pelindung selain Allah?
Allah itu Maha Kaya. Dialah yang
memberi rezeki makan minum kepada hamba-Nya, dan memberikan segala yang mereka
hajati, sedang Allah tiada berhajat kepada sesuatu apapun. Maka Tuhan yang
demikian sifatnya sahajalah yang layak dijadikan pelindung tempat meminta
pertolongan.
Setelah alasan-alasan tadi
diberikan yang menetapkan wajipnya Allah itu dipertuhan- bukan yang lain –
katakanlah pula ya Muhammad kepada orang-orang Musyrikin itu: “Sesung guhnya
aku diperintahkan oleh Allah supaya menjadi orang yang pertama sekali dari
golo- ngan umat Islam kerana bersedia menyerahkan diriku kepada Allah untuk
mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala tegahan-Nya. Dan janganlah
kamu memilih pelindung orang-orang yang menyekutukan Allah disebabkan memilih
pelindung kepada yang lain.
Demikian juga
al-Quran menganggap ‘Islam’ sebagai bertentangan dengan ‘kufur’. Firman Allah
(s.w.t.) surah Ali Imran ayat 3:80 yang bermaksud: (Terjemahan)
“Dan (tidak wajar pula baginya) meyuruh mu menjadi malaikat dan para
nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran pada waktu
kamu sudah (menganut agama) Islam?”
Al-Quran juga mengatakan ‘Islam’
sebagai bermakna “Ikhlas” kepada Allah. Firman Allah dalam surah An-Nisa’ ayat
4:125 yang bermaksud: (Terjemahan)
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan.”
Jadi ayat ini
adalah memuji orang-orang yang menyatahkan diri semata-mata kepada Allah.
Al-Quran seterusnya menyatakan
‘Islam’ sebagai bermakna “tunduk dan patuh kepada Allah”, seperti firman Allah
dalam surah Az-Zumar ayat 39:53 yang bermaksud: (Terjemahan)
“Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya.”
Lafaz
atau sebutan Islam disebut oleh Al-Quran dengan makna ini kadang-kadang dibuat
kepada
orang-orang mukmin dan kadang-kadang kepada orang-orang kafir, sebab
orang-orang kafir itu juga tunduk kepada hukum kejadian mereka. Sama ada mereka
rela atau tidak maka undang-undang alam tetap berlaku ke atas mereka. Dengan
sebab itu terdapat di dalam al-Quran firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 3:83
yang bermaksud: (Terjemahan))
“Apakah mereka mencari agama lain dari agama Allah, pada hal
kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan suka mahaupun terpaksa dan kepada Allah mereka dikembalikan”.
Erti Islam di sini
ialah tunduk kepada kuasa Allah dan tunduk kepada undang-undang alam-Nya. Pada
mereka terdapat dua ketaatan iaitu ketaatan tabie dan ketaatan kehendak. Dengan
sebab itulah kalimah ‘muslim’ disebut/digelar kepada setiap orang yang tunduk
kepada Allah dan mentaati nabi-nabi yang diutuskan.
Nabi Nuh seperti yang disebutkan
dalam al-Quran telah berkata dalam surah Yunus ayat 10:72 yang bermaksud
(Terjemahan)
“Dan aku disuruh supaya termasuk
dalam golongan orang-orang yang berserah diri (muslim).
Allah menyebut tentang Nabi
Ibrahim seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 2:130-131 yang bermaksud:
(Terjemahan)
“Dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di
akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang
solih. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya ‘tunduk patuhlah!’. Ibrahim
berkata: Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.
Nabi Yusuf berdoa
kepada Allah seperti dalam surah Yusuf ayat 12:101 yang bermaksud: (Terjemaan)
“Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam
keadaan
Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang Solih”.
Demikian juga
NabiMusa berkata kepada kaumnya seperti dalam surah Yunus ayat 10:84 yang
bermaksud: (Terjemahan)
“Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertaqwalah
kepada-Nya sahaja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri (Muslim)”.
Tentang Nabi Isa
al-Quran mengatakan seperti dalam surah Ali Imran ayat 3:52 yang bermaksud:
(Terjemahan)
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (bani Israel)
berkatlah dia: Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama)
Allah? Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah
bahawa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerah diri”.
Kemudian Allah
megutuskan Rasul-Nya Muhammad (s.a.w.) untuk menyempurnakan syariat nabi-nabi
yang telah lalu. Allah mengatakan pepada Nabi Muhammad: dalam surah An-Nisa’
ayat 4:163-165 yang bermaksud: (Terjemahan)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami
telah memberi wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yaacob dan anak cucunya,
Isa, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami datangkan Zabur kepada Daud, Dan (Kami
telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan secara langsung, (mereka
kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutuskan
rasul-rasu itu. Dan adalah Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.
Ayat ini
merupakan jawapan kepada orang-orang Ahli Kitab yang meminta kepada Nabi
Muhammad (s.a.w.) supaya mereka dituruni kitab dari langit dengan sekaligus.
Allah menjawab permintaan mereka itu dengan firman-Nya yang berkamsud:
(Terjemahan)
Sesungguhnya kamu telah mewahyukan kepada engkau ya Muhammad
sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya.
Maksudnya:
Sesungguhnya kamu wahai orang-orang Yahudi telah pun mengakui kerasulan Nabi
Nuh dan nabi-nabi lain yang telah diutus oleh Allah selepasnya (mereka itu
disebutkan
dalam ayat ini berjumlah 12 orang). Allah telah mewahyulan kepada para nabi
tersebut, sedang kamu ada mengakui yang demikian itu. Tidak seorang pun
dari mereka yang diturunkan kitab dari
langit dengan sekaligus.
Kalau para nabi yang lain tidak diturun
kitab dengan sekaligus, hal itu tidak menjadi kecacatan bagi mereka, maka
tidaklah ada kecacatannya akan kenabian Muhammad (s.a.w.) yang diturunkan kitab al-Quran dengan
beransur, bahkan nabi-nabi yang lain jua diturunkan kitab beransur-ansur.
Kesyukuran sebagai umat Islam
berdasarkan Islam sebagai ilmu pembangunan sesuai dengan sifat Allah s.w.t.
yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui, maka sudah sewajarnya jika al-Quran itu
penuh dengan perinsip atau asas ilmu pengetahuan.
Al-Quran menyarankan
kepada manusia agar menuntut ilmu dan memperdalamkan pengetahuan dengan
menggunakan akal yang sihat dan pemikiran yang yang logik. Firman Allah suah
Al-Mujadalah ayat 58:11. Al-Quran sendiri telah manyanjung orang yang mempunai
ilmu dan menjamin akan diangkat darjatnya.
No comments:
Post a Comment