Friday, November 3, 2017

SYUKUR SAYA ISLAM

 (Disiarkan pada 20.10. 2017)
Dalam hidup setiap manusia menginginkan sesuatu yang melegakan perasaan dan menggamit rasa kesyukuran kepada zat yang Maha Penyayang dan Maha mengasihani itu. Tiada yang lebih mengembirakan dalam hidup ini selain dari mendapat ilmu yang membawa kita ke deminsi  memahamai apa dia itu hidup sebenar. Bermuara dari fenomena memahami diri sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan sebagai hamba-Nya, untuk beribadat dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya, kita harus mengutama kan amanah yang dipertanggungjawabkan sebagai khalifah Allah s.w.t. demi memakmur alam kehidupan di alam dunia.
Manusia diwujudkan Allah di alam dunia tujuan  menjadi khalifah-Nya. Memakmur kan alam kehidupan, satu amanah yang paling berat sehingga semua makhluk di alam kehidupan seperti bukit, gunung, bulan, tidak sanggup memegangnya. Walaubagaimana pun makhluk manusia  bersedia menerima amanah tersebut.
Oleh Allah dipersiapkan manusia berbagai fitrah seperti kemahiran berfikir serta akal yang memandunya dalam kehidupan. Ilmu dan kasih sayang wajar demi menangani kerenah-kerenah hidup yang akan menghalang dalam melaksanakan perintah Allah untuk memakmur kan alam kehidupan. Tiada yang mudah dalam hidup ini, tetapi dengan akal dan ilmu serta kemahiran berfikir, manusia dengan pertolongan Allah dapat melaksanakan amanah dengan mudah dan sempurna.
Maka itu hidup ini wajar sentiasa bertemankan rasa syukur kepada Allah atas kurniaan
Nya segala fitrah yang melengkapkan kehidupan manusia sebagai khalifah Allah. Hidup manusia di alam dunia tidak ada maknanya jika kita ketepikan rasa kesyukuran kepada nikmat dan rahmat Allah yang disediakan sebagai hidangan-Nya dalam pembangunan kehidupan.
               Hidup sebagai manusia wajar diwarnai oleh akidah Islam sebagai cara hidup. Dunia menjadi gelap jika jiwa kita diselubungi oleh kekafiraan terhadap fenomena alam kehidupan yang diciptakan Allah serta segala nikmat dan kesengsaraan hidup. Untuk memahami hidup wajar kita melalui berbagai kesulitan dan kesengsaraan.
               Dua fenomena hidup tersebut, akan mendewasakan pemikiran kita sebagai hamba Allah. Kelegaan hidup akan mendidik kita untuk mengenali fitrah syukur apabila kita telah  mengalami segala kemuskilan dalam pembangunan hidup. Bermuara dari hidup susah maka akan membawa kita ke dimensi mengenali Allah  sebagai Zat Maha sempurna.
               Orang-orang musrikin tentu sekali jauh dari memahami segala kenikmatan hidup maka itu sentiasa mengetepikan rasa syukur terhadap Allah dalam hidup. Setelah melafazkan dua khalimah sahadat, rasa syukur akan membangunkan falsafah kehidupannya dan mendidik jiwanya untuk mengucap “Syukur saya sudah Islam.”
               Kesyukuran hidup yang disempuranakan oleh akidah Islam telah meniti jalan yang diredahai Allah s.w.t. Disiplin pembangunan hidup telah dimudahkan oleh Allah kelak mema- hami diri sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya untuk memakmurkan alam kehidupan, menuju ke alam akhirat sebagai distinasi mutlak manusia. 
               Kesyukuran terhadap kesempurnaan hidup yang dibimbing oleh akidah Islam mempu- nyai hikmah kerana Allah telah membentuk manusia berdasarkan fatwa kesempurnaan hidup yang digarisbawahkan oleh Islam sebagai cara hidup.
               Pengertian Islam ialah nama yang dikenali bagi agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad (s.a.w.). Nama ini bukanlah hasil dari Ijtihad Baginda tetapi  dari Allah (s.w.t.) sepertimana yang difirman-Nya dalam surah al-Maidah, ayat 5:3 yang bermaksud: (Terjemahan).
               “Dan telah-Ku redhai Islam itu menjadi agama bagimu.” 
               Ahli-ahli bahasa, ahli tafsir dan para Orientalis melihat pengertian ‘Islam’ dari segi  bahasanya. Cara yang dibuat oleh mereka banyak menimbulkan perbincangan. Sebenarnya jika kita meneliti perkataan ‘salam’ dari segi bahasa kita dapati ia membawa pengertian berikut:
               1.  Terlepas dan bebas dari keburukan-keburukan atau kekurangan-kekurangan yang
                   lahir atau yang batin.
               2.   Aman dan damai.
               3.   Taat dan patuh.
Dari segi syarak pengertian Islam ialah mentauhidkan Allah, tunduk, patuh dan ikhlas kepada-Nya serta beriman dengan dasar-dasar agama yang diturunkan dari Allah.
               Al-Quran menganggap ‘Islam’ sebagai bertentangan dengan ‘Syrik’. Allah berfirman dalam surah al-An’am ayat 6:14 yang bermaksud: (Terjemahan)
               Katakanlah;”Adakah patut selain Allah akan saya jadikan pelindung? Sedang Allah itu pencipta langit dan bumi,Dia yang memberi makan dan bukan diberi makan.”Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan-Nya supaya menjadi orang yang pertama sekali menyerah kan dirinya (kepada Allah dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik. (menyekutukan Allah.”
               Muqatil mengatakan: “Tatkala Rasulullah (s.a.w.) diseruh oleh orang-orang musrikin supaya mengikuti agama nenek moyang mereka, maka Allah turunkan ayat ini, yang maksud nya “Katakanlah Muhammad kepada mereka: Adakah patut selain Allah akan saya jadikan Tuhan yang disembah dan akan saya jadikan pelindung tempat meminta pertolongan?” Perbuatan ini tentulah tidak layak. Tak mungkin selain Allah hendak dijadikan pelindung. Sedang Allah itu pecipta langit dan bumi.
               Terjadinya langit dan bumi ini, yang tercipta tanpa memakai model yang ditiru terlebih dahulu, adalah bukti tentang kemahiran sang penciptanya, iaitu Allah. Mengapakan hendak dicari juga pelindung selain Allah?
               Allah itu Maha Kaya. Dialah yang memberi rezeki makan minum kepada hamba-Nya, dan memberikan segala yang mereka hajati, sedang Allah tiada berhajat kepada sesuatu apapun. Maka Tuhan yang demikian sifatnya sahajalah yang layak dijadikan pelindung tempat meminta pertolongan.
               Setelah alasan-alasan tadi diberikan yang menetapkan wajipnya Allah itu dipertuhan- bukan yang lain – katakanlah pula ya Muhammad kepada orang-orang Musyrikin itu: “Sesung guhnya aku diperintahkan oleh Allah supaya menjadi orang yang pertama sekali dari golo- ngan umat Islam kerana bersedia menyerahkan diriku kepada Allah untuk mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala tegahan-Nya. Dan janganlah kamu memilih pelindung orang-orang yang menyekutukan Allah disebabkan memilih pelindung kepada yang lain.
               Demikian juga al-Quran menganggap ‘Islam’ sebagai bertentangan dengan ‘kufur’. Firman Allah (s.w.t.) surah Ali Imran ayat 3:80 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Dan (tidak wajar pula baginya) meyuruh mu menjadi malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran pada waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?”
               Al-Quran juga mengatakan ‘Islam’ sebagai bermakna “Ikhlas” kepada Allah. Firman Allah dalam surah An-Nisa’ ayat 4:125 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan.”
               Jadi ayat ini adalah memuji orang-orang yang menyatahkan diri semata-mata kepada Allah.
               Al-Quran seterusnya menyatakan ‘Islam’ sebagai bermakna “tunduk dan patuh kepada Allah”, seperti firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 39:53 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya.”
Lafaz atau sebutan Islam disebut oleh Al-Quran dengan makna ini kadang-kadang dibuat
kepada orang-orang mukmin dan kadang-kadang kepada orang-orang kafir, sebab orang-orang kafir itu juga tunduk kepada hukum kejadian mereka. Sama ada mereka rela atau tidak maka undang-undang alam tetap berlaku ke atas mereka. Dengan sebab itu terdapat di dalam al-Quran firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 3:83 yang bermaksud: (Terjemahan))
               “Apakah mereka mencari agama lain dari agama Allah, pada hal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka mahaupun terpaksa dan kepada Allah mereka dikembalikan”.
               Erti Islam di sini ialah tunduk kepada kuasa Allah dan tunduk kepada undang-undang alam-Nya. Pada mereka terdapat dua ketaatan iaitu ketaatan tabie dan ketaatan kehendak. Dengan sebab itulah kalimah ‘muslim’ disebut/digelar kepada setiap orang yang tunduk kepada Allah dan mentaati nabi-nabi yang diutuskan.
               Nabi Nuh seperti yang disebutkan dalam al-Quran telah berkata dalam surah Yunus ayat 10:72 yang bermaksud (Terjemahan)
               “Dan aku disuruh supaya termasuk dalam golongan orang-orang yang berserah diri (muslim).
               Allah menyebut tentang Nabi Ibrahim seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 2:130-131 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang  solih. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya ‘tunduk patuhlah!’. Ibrahim berkata: Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.
               Nabi Yusuf berdoa kepada Allah seperti dalam surah Yusuf ayat 12:101 yang bermaksud: (Terjemaan)
               “Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan
Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang Solih”.
               Demikian juga NabiMusa berkata kepada kaumnya seperti dalam surah Yunus ayat 10:84 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertaqwalah kepada-Nya sahaja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri (Muslim)”.
               Tentang Nabi Isa al-Quran mengatakan seperti dalam surah Ali Imran ayat 3:52 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran dari mereka (bani Israel) berkatlah dia: Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah? Para Hawariyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahawa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang menyerah diri”.
               Kemudian Allah megutuskan Rasul-Nya Muhammad (s.a.w.) untuk menyempurnakan syariat nabi-nabi yang telah lalu. Allah mengatakan pepada Nabi Muhammad: dalam surah An-Nisa’ ayat 4:163-165 yang bermaksud: (Terjemahan)
               “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberi wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yaacob dan anak cucunya, Isa, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami datangkan Zabur kepada Daud, Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan secara langsung, (mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutuskan rasul-rasu itu. Dan adalah Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.
               Ayat ini merupakan jawapan kepada orang-orang Ahli Kitab yang meminta kepada Nabi Muhammad (s.a.w.) supaya mereka dituruni kitab dari langit dengan sekaligus. Allah menjawab permintaan mereka itu dengan firman-Nya yang berkamsud: (Terjemahan)
                    Sesungguhnya kamu telah mewahyukan kepada engkau ya Muhammad sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya.
                    Maksudnya: Sesungguhnya kamu wahai orang-orang Yahudi telah pun mengakui kerasulan Nabi Nuh dan nabi-nabi lain yang telah diutus oleh Allah selepasnya (mereka itu
disebutkan dalam ayat ini berjumlah 12 orang). Allah telah mewahyulan kepada para nabi tersebut, sedang kamu ada mengakui yang demikian itu. Tidak seorang pun dari  mereka yang diturunkan kitab dari langit dengan sekaligus.
Kalau para nabi yang lain tidak diturun kitab dengan sekaligus, hal itu tidak menjadi kecacatan bagi mereka, maka tidaklah ada kecacatannya akan kenabian Muhammad (s.a.w.)  yang diturunkan kitab al-Quran dengan beransur, bahkan nabi-nabi yang lain jua diturunkan kitab beransur-ansur.
Kesyukuran sebagai umat Islam berdasarkan Islam sebagai ilmu pembangunan sesuai dengan sifat Allah s.w.t. yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui, maka sudah sewajarnya jika al-Quran itu penuh dengan perinsip atau asas ilmu pengetahuan.
Al-Quran menyarankan kepada manusia agar menuntut ilmu dan memperdalamkan pengetahuan dengan menggunakan akal yang sihat dan pemikiran yang yang logik. Firman Allah suah Al-Mujadalah ayat 58:11. Al-Quran sendiri telah manyanjung orang yang mempunai ilmu dan menjamin akan diangkat darjatnya.

No comments:

Post a Comment