Friday, December 12, 2014

GAULI UMAT BUDIAN DEMI KEMURNIAN HIDUP DUNIA DAN AKHIRAT



 “Disiarkan pada 13. 12. 2014”
“Orang berbudi kita berbahasa”, membawa maksud, jika kita dihidangkan oleh seseorang dengan tingkahlaku dan perangai yang mulia maka wajar kita diimbali dengan kata-kata yang dibalut dengan kemanisan serta kemuliaan, tatatertib yang sempuna kelak akan melahirkan kasih sayang yang menjemput kemurnian suasana ukhuwah kemanusiaan. 
                Pepatah Melayu mengatakan mengawal kerbau adalah dengan menggunakan talinya tetapi memimpin manusia wajar dengan menggunakan kata-kata lembut yang besifat mulia kelak akan menjemput jiwa mendukung  perasaan kasih sayang. Pembinaan akhlak dan budi perkerti yang unggul menjadi teras kesepaduan umat yang ada pada ciri-ciri keIslaman sebagai cara hidup.
                Membina masyarakat mukmin wajar dengan bibit-bibit bersifat budiman sebab merekalah yang dekat dengan Allah. Sifat Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Al-Rahman Al-Rahim, maka ciptaan-Nya wajar meyerupai acuan yang ada pada Sang Pencipta.
Jika kita mendekati orang yang memakai wangi-wangian, jasmani kita turut sama berbauh wangi. Dan kalau kita bergaul dengan orang yang tuturkatanya mulia maka kita akan turut sama membudayakan bahasa yang serupa.
                Bergaul dengan orang yang sentiasa konsisten memegang agamanya, akhlaq kita akan terdidik berbuat demikian tetapi jika bergaul dengan orang yang jauh dari agamanya dan mementingkan keseronokan dunia semata maka lambat laun kita sendiri turut sama berakhlak serupa. Maka itu mendidik jiwa kita mendekati Allah wajar mempelajari akidah Islam yang dibawa oleh baginda Rasul Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
                Allah Subhanahu wa Tala menciptakan manusia lengkap dengan berbagai fitrah yang membantunya dalam menangani kehidupan. Antara fitrah yang amat penting dalam menter- jemahkan Islam dalam diri kita ialah otak, akal, iman dan kemahiran berfikir. Akal merupakan rasul dalam diri kita maka untuk memahami kerenah-kerenah hidup wajar diletakkan pada peranan akal untuk mentafsirnya mengenai kemanfaatannya dalam pembangunan kehidupan.
                Kenali dirimu sebelum mengenali Tuhan merupakan satu budaya hidup orang-orang budiman. Mereka befikir dan mengkaji mengenai kemanusiaan dan kerohanian di mana menurut mereka berfikir adalah suatu alat untuk mengenali diri sendiri seperti mana yang telah dilakukan oleh Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Al-Singkel dan lain ulama’ zaman Acheh, yang mengenali Tuhan, setelah terlebih dahulu mengenali diri sendiri.
                Gauli orang budiman merupakan satu langkah mendekati dan memurnikan hubungan antara Tuhan dengan manusia, makhluk-Nya yang terindah, terbaik dan paling sempurna. Kejadian manusia bermula dengan setitis air yang paling halus. Sesudah 40 hari  berubah menjadi segumpal darah, 40 hari kemudian berubah menjadi segumpal daging, lalu diberi kerangka tulang belulang dan urat syaraf, dan 40 hari kemudian ditiupkan kepadanya roh, sehingga sejak waktu itu  kita berubah menjadi makhluk yang hidup.
                Akhirnya kita dilahir ke dunia, memulakan hidup di alam yang luas ini merupakan anak bayi yang amat kecil dan lemah. Lama kelemahan semakin besar dan kuat, semakin bertumbuh akal dan fikiran, sehingga telah mencapai umur 18 tahun, kita menjadi manusia yang sempurna segalanya. Di antara kita ada yang meninggal di waktu masih muda dan ada pula yang mencapai umur lanjut, sampai 70 atau 80 tahun lebih.
                Semenjak kita berupakan setitis air yang amat halus, sampai kita mati di dalam umur 70 atau 80 tahun  atau lebih, setiap detik dengan tak putusnya, kita selalu dihujani rahmat dan nikmat oleh Tuhan yang menciptakan dan menghidupkan. Tidak pernah satu detik atau seperempat detik sekali pun kita putus dari rahmat Tuhan itu.
                Ribuan macam rahmat dan nikmat Tuhan datang dari  semua arah yang tidak putus-
putus sejak lahir sampai kita mati, Tuhan berikan kepada mu segala rupa keperluan hidup
Firman Allah dalam al-Qur’an Surah Ibrahim ayat 14:34 yang bermaksud:
                “Dan dia memberikan kamu daripada setiap apa yang kami pinta. Dan sekiranya kamu coba menghitung nikmat Allah, sungguh kamu tidak akan sanggup menghitung kerana terlalu banyak, tetapi sayang masih banyak manusia yang zalim, tidak pandai berterma kasih atas nikmat Allah itu.
                Setelah Allah menyebutkan tentang nikmat-Nya yang besar itu dan dimudahkan-Nya bagi kegunaan dan maslahat hamba-hamba-Nya, lalu diterangkan-Nya pula di sini: Bahawa- sanya Allah itu tidak cuma dengan memberikan nikmat itu, bahkan juga mengurniakan kepada hamba-hamba-Nya apa sahaja yang mereka hajati asalkan sahaja mereka meminta kepada-Nya, malahan apa yang tidak  mereka pinta pun dikurniakan juga.
                Allah bukan hanya mencipta kita, tetapi saban detik dari kehidupan kita  Allah selalu  menghubungi kita dengan bermacam rahmat dan nikmat. Allah tidak pernah putus hubungan nya dengan kita.
                Nikmat Allah yang berupakan bumi dengan segala isinya, matahari bulan dan bintang dengan sinarannya, hawa, udara, air, buah-buahan yang menjadi keperluan hidup yang amat penting, adalah sebahagian kecil dari rahmat dan nikmat Allah itu. Apa lagi nikmat yang  berupa kaki, tangan, paru-paru, jantung dan semua bahagian dalam badan kita, yang berupa mata, hidung, otak dan fikiran, jiwa atau roh yang menghidupkan kita, adalah nikmat yang tidak dapat dinilai dengan emas dan perak sekalipun berapa saja banyaknya.
                Semua itu saban waktu dan ketika kita terima dan kita peroleh dari Allah yang menciptakannya, yang kita harus mengingatnya dan jangan sampai dilupakan begitu saja.
Coba kita renungkan dan khayalkan agak sejenak, alangkah susah dan sengsaranya seorang manusia yang ta’ mempunyai kaki atau  tangan. Kalau kita dapati seorang manusia tidak biberi Tuhan kaki atau tangan, itu adalah sebagai contoh dan peringatan kepada semua manusia, agar manusia ingat selalu akan hebat dan pentingnya nikmat Tuhan yang bernama kaki dan tangan itu.
Manusia sekalipun pintar dengan akal dan fikiran, dengan ilmu pengetahuannya, tetapi untuk mereka masih perlu contoh yang berupakan manusia yang cacat ta’ berkaki atau tidak bertangan itu.
Coba renungkan bagaimana sengsaranya manusia kalau tidak punya mata atau telinga, manusia yang buta atau pekak. Tuhan jadikan manusia ada yang buta dan pekak agar kita jadikan contoh, agar kita mengertilah faedahnya mata dan telinga, agar kita dapat merasakan hebatnya nikmat Allah yang bernama mata dan telinga itu.
Coba pula renungkan bagaimana sengsaranya menusia yang dicabut otak dan fikirannya, sehingga dia menjadi orang yang gila atau setengah gila. Kita seakan-akan tidak sampai hati membicarakan sengsaranya manusia yang gila atau setengah gila itu. Kalau Tuhan ciptakan pula manusia yang gila atau setengah gila, adalah sebagai contoh dan peringatan kepada setiap orang yang punya otak dan fikiran, yang tidak gila, supaya dapat menilai nikmat Allah yang bernama otak atau fikiran itu.
Pendik kata, tidak ada satu nikmat dari rahmat Allah yang kecil ertinya, tidak ada pemberian Allah yang rendah nilainya. Semua pemberian Allah mempunyai erti yang penting bagi hidup, mempunyai nilai yang amat tinggi dalam hidup manusia.
Kalau nikmat dan pemberian Allah begitu besar erti dan nilainya, maka sudah selayaknya semua manusia itu  jauh lebih besar erti dan jauh lebih tinggi nilainya.
Tetapi kenapa masih ada manusia yang berakal, yang begitu tinggi memberikan ert dan penilaian terhadap nikmat dan pemberian Allah, tetapi mereka ta’ sedikit pun jua memberi nilai terhadap Tuhan yang  menciptakan semua nikmat dan pemberian itu.
Manusia berakal yang semacam inilah yang dicap oleh Allah dalam ayat al-Qur’an sebagai manusia zalim, iaitu orang yang ganas dan aniaya pula sebagai manusia-manusia kaffar, yang ingkar ta’ tahu budi dan ta’ tahun membalas budi, iaitu yang hanya terbuka mata,
telinga dan mulutnya, tetapi tertutup pintu hati dan kalbunya.
Manusia semacam ini dapat jugalah merasakan sebahagian kecil kebahagian di dunia ini, tetapi tertutup baginya segala macam nikmat dan kebahagiaan di akhirat nanti.
Mencari teman yang baik merupakan satu jenis ibadah yang dianjurkan oleh Islam. Mengapkan para rasul diwujudkan Allah di dunia? Para rasul merupakan utusan Allah Suhanahu wa Tala untuk memimpin manusia  cara hidup yang betul dan mengenali Zat yang menciptanya.
Kehidupan dunia sekarang ini diciptakan Allah bukanlah satu cara penghidupan yang sempurna tetapi satu cara kehidupan yang tidak sempurna, satu kehidupan sementara, penghidupan yang penuh serba macam kekurangan, kekecewaan dan lain-lain sebagainya.
Perhatikanlah penyataa-penyataan Allah dengan perantaraan Kitab Suci-Nya Al-Qur’an dan Rasul-Nya Muhammad Sallallahi alahi wasallam.
Al-Imran ayat 3:185 – 186 yang bermaksud:
“Tiap yang berjiwa akan mengalami mati, dan tidak akan disempurnakan ganjaran kamu, kecuali pada hari kiamat. Kerananya, barang siapa dijauhi dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Syurga, maka selamatlah dia. Sedang penghidupan dunia ini tidak lain hanya benda tipuan saja.”
                Tiap-tiap nyawa atau jiwa seseorang itu akan merasakan bagaimana dia bercerai dari jasadnya, atau yang dinamakan mati. Sebenarnya nyawa itu tidaklah sekali-kali mati dengan sebab matinya tubuh badan atau jasad. Sebab yang merasakan itu, sesuatu yang masih wujud (ada)  sedang yang mati (tidak ada) tentu tidak dapat merasakan. Jadi nyawa itu kekal hidup, dan penceraiannya dari tubuh badan bagi seseorang itulah yang dinamakan mati. Dan kematian itu  mesti dirasai oleh tiap-tiap yang bernyawa.
                Upah dari amalan kamu – sama ada baik ataupun buruk – bakal diberikan oleh Allah pada hari kiamat. Malah kadang-kadang di dunia ini pun pernah upah itu dapat diterima secara tunai dengan tidak tertangguh-tangguh lagi. Dan sebelum menjelang datangnya hari kiamat, telah disongsong terlebih dahulu oleh peristiwa-peristiwa lain – sebagai pendahulun – yang akan diterimanya  di dalam kubur.
                Hal tersebut telah dikuatkan oleh kenyataan sebuah hadis marfu’ yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dan at-Tobari berbunyi: Kubur itu merupakan taman dari taman-taman syurga, atau lubang dari lubang-lubang neraka.
                Di dalam kubur, roh orang yang baik itu akan merasakan kenikmatan syurga,  dan roh orang yang jahat pula akan merasakan seksa neraka.
                Orang yang dapat menghindarkan dirinya dari terkena seksa lalu berusaha untuk memperoleh pahala, berjayalah ia. Jelasnya, Allah itu ada menyediakan syurga dan neraka pembalasan amalan-amalan manusia. Dan manusia itu tidak dapat memasuki syurga sebelum ia menjauhkan dirinya – terlebih dahulu – dari neraka. Yang bermakna: Sebelum dapat mengalahkan nafsu kebinatangannya yang sentiasa mengajaknya ke neraka, maka selama itu sukarlah baginya untuk memasuki syurga, dan dengan demikian payahlah ia akan terselamat atau memperolehi kejayaan.
                Kelezatan hidup yang lahir – seperti makan, minum dan bersuka-sukaan – begitu pula kelezatan hidup yang batin seperti kebesaran, ketinggian pangkat dan kekuasaan, semuanya itu dapat memperdayakan manusia. 
                Manusia yang sedang menikmati kelezatan-kelezatan hidup yang seperti itu biasanya akan terlena, hanyut dibawa oleh arus kelezatannya, asyik dengan menuruti nafsu dan selera nya. Hendaklah manusia itu menyedari bahawa semua kelezatan dan kemewahan hidup itu tidak dapat dijamin boleh memberikan kepuasan sepenuhnya. Jika diturutkan kemahuan nafsu, sememangnya nafsu itu tidak mengenal puas selama-lamanya. Kerana setiap ia merasa kan kelezatan, dicarinya bagi tambahannya. Dan setiap ia mengecap kemewahan, dicarinya lagi hingga tidak ada kesudahan.
                Ayat ini mengingatkan manusia, manakala menikmati kelezatan hidup dan kemewa
hannya, janganlah lupa akan kedudukannya sebagai manusia yang mesti memperlengkap dirinya dengan serba serbi ilmu pengetahuan, dan menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang mulia serta akhlak yang tinggi. Kerana manusia itu bukanlah jenis haiwan yang mudah diperdayakan oleh kelezatan atau dikalahkan oleh kemewahan.

No comments:

Post a Comment